Naskah beriluminasi adalah naskah berisi teks yang diimbuhi hiasan seperti inisial, marjinalia, dan gambar miniatur. Dalam arti sempit, istilah ini hanya mengacu pada naskah-naskah yang dihiasi dengan sepuhan emas dan perak; namun baik dalam percakapan sehari-hari maupun dalam kajian ilmiah modern, istilah ini digunakan sebagai sebutan umum bagi segala macam naskah berhiasan atau berilustrasi yang dibuat di dunia Barat. Naskah-naskah sejenis yang dibuat di Timur Jauh dan Mesoamerika disebut naskah bergambar. Naskah-naskah Islam dapat disebut beriluminasi, berilustrasi, atau bergambar, meskipun pada dasarnya dibuat dengan teknik-teknik yang sama dengan naskah-naskah Barat. Artikel ini membahas tentang sejarah teknik, sosial, dan ekonomi dari naskah beriluminasi; untuk pembahasan tentang sejarah seninya, lihat miniatur.
Naskah-naskah beriluminasi tertua yang sintas berasal dari kurun waktu 400 sampai 600 M, dibuat di Kerajaan Orang Ostrogoth dan Kekaisaran Romawi Timur. Iluminasi dalam naskah-naskah ini tidak saja memiliki nilai seni dan nilai sejarah yang tinggi, tetapi juga telah berjasa memelihara mata rantai melek aksara yang dibentuk oleh teks-teks tak beriluminasi. Tanpa kerja keras para juru tulis biara pada penghujung Abad Antik, sebagian besar karya sastra Yunani dan Romawi mungkin sudah musnah dari Eropa. Sebagaimana yang sudah-sudah, pola sintas sebuah karya tulis sangat ditentukan oleh manfaatnya bagi segelintir umat Kristen yang melek aksara. Iluminasi pada naskah-naskah, sebagai salah satu cara untuk mempermulia dokumen-dokumen kuno, telah membantu melestarikan keberadaan dan menonjolkan nilai informasi naskah-naskah itu selama kurun waktu ketika golongan penguasa tidak lagi melek aksara, atau sekurang-kurangnya tidak lagi menguasai bahasa-bahasa yang digunakan dalam naskah-naskah itu.
Sebagian besar naskah beriluminasi yang sintas berasal dari Abad Pertengahan, tetapi banyak pula yang sintas dari Abad Pembaharuan, bersama segelintir naskah beriluminasi yang berasal dari penghujung Abad Antik. Sebagian besar naskah ini berisi teks-teks keagamaan. Akan tetapi, khususnya semenjak abad ke-13, teks-teks sekular pun semakin banyak yang diiluminasi. Sebagian besar naskah beriluminasi dibuat dalam bentuk kodeks, yang menggantikan bentuk gulungan. Sedikit sekali sisa-sisa naskah beriluminasi pada papirus yang sintas, karena papirus tidak seawet velum atau perkamen. Sebagian besar naskah dari Abad Pertengahan, baik beriluminasi maupun tidak, ditulis pada perkamen (lazimnya terbuat dari kulit anak lembu, biri-biri, atau kambing), tetapi banyak naskah yang dianggap cukup penting untuk diiluminasi ditulis pada perkamen bermutu tinggi yang disebut velum.
Sejak penghujung Abad Pertengahan, naskah-naskah mulai ditulis pada kertas. Buku-buku cetak generasi perdana kadang-kadang dibuat dengan meluangkan tempat bagi rubrik-rubrik dan miniatur-miniatur, atau diberi inisial-inisial hias, atau hiasan-hiasan pada marjin halaman, akan tetapi penemuan teknik cetak menyebabkan iluminasi pada karya-karya tulis semakin lama semakin berkurang. Naskah-naskah beriluminasi masih terus dihasilkan pada permulaan abad ke-16, namun lebih sedikit jumlahnya. Sebagian besar naskah-naskah beriluminasi pada pemulaan abad ke-16 dibuat atas pesanan orang-orang kaya. Naskah adalah salah satu jenis barang yang paling banyak sintas dari Abad Pertengahan; ada ribuan jumlahnya. Naskah-naskah ini juga merupakan spesimen-spesimen terbaik dari lukisan Abad Pertengahan yang mampu sintas dan yang paling terawat, bahkan seringkali lukisan-lukisan dalam naskah-naskah ini adalah satu-satunya contoh yang tersisa dari lukisan-lukisan yang pernah dibuat di banyak tempat dan kurun waktu dalam sejarah.
Para sejarawan seni rupa menggolongkan naskah-naskah beriluminasi menurut jenis dan periode pembuatannya, yakni naskah penghujung Abad Antik, naskah Insular, naskah Karoling, naskah Ottonen, naskah Roman, naskah Gotik, dan naskah Abad Pembaharuan. Ada pula sejumlah kecil naskah beriluminasi dari periode-periode yang lebih kemudian. Jenis-jenis naskah, yang umumnya disarati hiasan sehingga kadang-kadang disebut pula "buku pajangan", berbeda-beda dari satu periode ke periode lain. Pada milenium pertama, sebagian besar dari naskah-naskah ini berupa Kitab Injil, misalnya Kitab Injil Lindisfarne dan Kitab Kells. Pada periode Roman, banyak dibuat Alkitab lengkap berukuran besar yang beriluminasi – salah satu Alkitab semacam ini yang ada di Swedia membutuhkan tiga tenaga pustakawan untuk mengangkatnya. Banyak Buku Mazmur juga dihiasi secara berlimpah, baik pada periode Roman maupun pada periode Gotik. Kartu-kartu atau poster-poster dalam satuan lembaran berbahan dasar velum, kulit samakan, atau kertas, juga beredar luas. Lembaran-lembaran ini berisi cerita-cerita pendek atau legenda-legenda tentang orang-orang kudus, kesatria-kesatria budiman, atau tokoh-tokoh mitos, bahkan juga tentang penjahat, peristiwa-peristiwa kemasyarakatan, atau peristiwa-peristiwa yang menakjubkan; peristiwa-peristiwa populer seringkali disadur secara bebas oleh para juru cerita dan para pelakon untuk mendukung pementasan-pementasan mereka. Jenis naskah yang terakhir adalah buku-buku ibadat harian, buku sembahyang pribadi yang lazim dimiliki oleh kaum awam yang kaya raya, dan yang seringkali dihiasi dengan iluminasi berlimpah pada periode Gotik. Buku-buku lain, baik berkaitan dengan peribadatan maupun tidak, terus-menerus diiluminasi pada semua periode. Negeri Bizantium juga terus-menerus menghasilkan naskah-naskah dengan gayanya sendiri. Berbagai macam naskah buatan Bizantium tersebar pula ke negeri-negeri Ortodoks dan Kristen Timur lainnya. Untuk kawasan, periode, dan jenis yang lain, lihat Seni rupa Abad Pertengahan. Daur ulang perkamen dengan cara mengerik permukaannya sehingga dapat digunakan kembali adalah praktik yang lazim kala itu; bekas-bekas yang tertinggal dari teks sebelumnya disebut palimpses.
Dunia Islam, khususnya Semenanjung Iberia, dengan tradisi melek aksaranya yang tak terusik sepanjang Abad Pertengahan, telah berjasa menghadirkan karya-karya tulis klasik bagi lingkaran-lingkaran keilmuan dan universitas-universitas yang lama-kelamaan semakin marak di Eropa Barat pada abad ke-12, karena menghasilkan buku-buku dalam jumlah besar dan berbahan baku kertas untuk pertama kalinya di Eropa, berisi risalah-risalah lengkap dalam berbagai cabang ilmu pengetahuan, terutama astrologi dan kedokteran, yang memerlukan iluminasi dalam jumlah banyak dan mampu merepresentasikan teks secara akurat.
Pada periode Gotik, semakin banyak naskah-naskah beriluminasi yang dihasilkan, dan semakin banyak naskah-naskah sekular yang diiluminasi, misalnya kronik-kronik dan karya-karya sastra. Pada periode ini pula orang-orang kaya mulai membangun perpustakaan-perpustakaan pribadi. Mungkin perpustakaan milik Filipus Si Pemberani adalah perpustakaan pribadi terbesar pada pertengahan abad ke-15. Diduga Filipus mengoleksi sekitar 600 naskah beriluminasi, sementara sejumlah rekan dan kerabatnya hanya mengoleksi beberapa lusin saja.
Sampai abad ke-12, sebagian besar naskah dibuat di biara-biara untuk dijadikan koleksi perpustakaan biara atau untuk memenuhi pesanan dari dermawan kaya. Biara-biara besar seringkali menyediakan ruangan khusus bagi para rahib untuk membuat naskah yang disebut skriptorium. Di dalam ruang skriptorium tersedia area-area kerja perorangan, tempat seorang rahib dapat duduk dan mengerjakan naskah tanpa terganggu oleh rekan-rekannya. Jika tidak memiliki skriptorium, maka biara dapat menyisihkan “bilik-bilik kecil yang dikhususkan sebagai tempat menyalin buku; bilik-bilik ini harus dipilih dengan cermat agar masing-masing juru tulis dimungkinkan memiliki sebuah jendela yang menghadap ke serambi biara.” Pemisahan rahib-rahib ini dari seisi biara menunjukkan betapa dihormatinya mereka dalam paguyubannya.
Pada abad ke-14, regu khusus para rahib yang menulis di ruang skriptorium biara sudah hampir sepenuhnya tergantikan oleh sanggar-sanggar skriptorium komersial perkotaan, teristimewa yang ada di Paris, Roma, dan negeri Belanda. Meskipun proses pembuatan naskah beriluminasi tidak mengalami perubahan, namun pergeseran dari biara-biara ke lingkungan komersial merupakan suatu langkah yang radikal. Permintaan naskah meningkat sedemikian pesatnya sampai-sampai perpustakaan-perpustakaan biara kewalahan dalam memenuhi pesanan sehingga mulai mempekerjakan juru-juru tulis dan iluminator-iluminator dari luar biara. Orang-orang ini lazimnya bertempat tinggal di dekat biara dan, pada beberapa kasus, berpakaian seperti rahib bilamana masuk ke dalam biara, namun dibiarkan pulang di kala senja. Pada kenyataannya, para iluminator seringkali dikenal dan dipuji-puji orang, dan banyak dari tanda-tanda jati diri mereka yang sintas.
Mula-mula naskah “diserahkan kepada rubrikator, yang menambahkan (dengan tinta merah atau warna lain) judul-judul, judul-judul utama, inisial-inisial bab dan bagian-bagian bab, catatan-catatan, dan lain sebagainya; selanjutnya jika akan diilustrasi – buku diserahkan kepada iluminator.” Dalam kasus pembuatan naskah-naskah untuk dijual secara komersial, penulisannya “sudah barang tentu dirundingkan terlebih dahulu antara pemesan dan juru tulis (atau agen juru tulis); namun pada saat kumpulan tulisan diserahkan kepada iluminator, sudah tidak ada lagi ruang untuk berinovasi.”
Teknik
Iluminasi merupakan suatu proses yang rumit dan seringkali menghabiskan biaya yang besar. Karya iluminasi lazimnya dikhususkan bagi buku-buku yang istimewa: Alkitab untuk altar gereja, misalnya. Orang-orang kaya seringkali memesan "buku-buku ibadat harian", yang berisi kumpulan doa-doa untuk waktu-waktu sembahyang dalam hari liturgi.
Pada permulaan Abad Pertengahan, sebagian besar buku dibuat di biara-biara, baik untuk keperluan biara itu sendiri, untuk dijadikan persembahan, maupun untuk memenuhi pesanan. Meskipun demikian, sanggar-sanggar skriptorium komersial satu demi satu bermunculan di kota-kota besar, teristimewa di Paris, dan di Italia serta negeri Belanda, dan pada penghujung abad ke-14 sudah ada industri pembuatan naskah yang signifikan. Industri ini juga melibatkan agen-agen yang bertugas mencatat pesanan-pesanan jarak jauh, beserta perincian lambang pribadi pemesan dan orang-orang kudus yang ia kehendaki (untuk penanggalan dalam buku ibadat harian). Pada penghujung Abad Pertengahan, banyak dari para pelukis adalah kaum perempuan, khususnya di Paris.
Teks
Dalam pembuatan sebuah naskah beriluminasi, lazimnya teks dituliskan terlebih dahulu. Lembaran-lembaran perkamen atau velum, yakni kulit hewan yang diolah secara khusus menjadi media tulis, dipotong-potong menjadi lembaran-lembaran halaman dengan ukuran yang tepat. Setelah keseluruhan tata letak isi naskah direncanakan dengan matang (misalnya, letak huruf-huruf besar inisial dan gambar-gambar bingkai halaman), garis-garis penanda baris digoreskan tipis-tipis pada lembaran halaman dengan menggunakan sebatang tangkai runcing. Selanjutnya juru tulis mulai bekerja dengan buli-buli tinta dan pena bulu atau kalam yang telah diruncingkan.
Jenis huruf untuk menuliskan teks disesuaikan dengan kebiasaan dan cita rasa setempat. Huruf-huruf Romawi yang kokoh dari permulaan Abad Pertengahan lambat laun tergantikan oleh jenis-jenis huruf lain, misalnya huruf unksial dan huruf separuh unksial, khususnya di Kepulauan Britania, tempat dikembangkannya jenis-jenis huruf yang khas seperti huruf mayuskula insular dan huruf minuskula insular. Huruf hitam yang padat dan bertekstur kaya pertama kali muncul sekitar abad ke-13 dan menjadi sangat populer, khususnya pada penghujung Abad Pertengahan. Paleografi adalah kajian tentang huruf-huruf tulisan tangan yang bersejarah, dan kodikologi adalah kajian tentang aspek-aspek fisik lainnya dari kodeks-kodeks naskah.
Salah satu unsur terpenting dalam pembuatan sebuah naskah beriluminasi adalah jumlah waktu yang dihabiskan dalam tahap praproduksi untuk mempersiapkan kerangka naskah. Pada masa sebelum pembuatan naskah direncanakan dengan cermat, “selembar halaman bertulis huruf hitam, barang lumrah pada periode Gotik, akan tampak sebagai selembar halaman berisi huruf-huruf yang ditulis berimpit-impit dan berjejal-jejal, dalam suatu format yang didominasi huruf-huruf besar berhiasan, yang diturunkan dari bentuk aksara unksial atau yang disesuaikan dengan keseluruhan ilustrasi.” Untuk mencegah berulangnya pembuatan naskah-naskah dan iluminasi-iluminasi yang kurang bagus semacam itu, lazimnya tulisan dibubuhkan terlebih dahulu, “dan bidang-bidang kosong disisihkan untuk dekorasi. Hal ini direncanakan dengan sangat cermat oleh juru tulis, bahkan sebelum menyentuhkan pena pada perkamen.” Jika si juru tulis dan si iluminator bukan satu orang yang sama, maka perencanaan praproduksi memungkinkan disediakannya ruang yang memadai bagi hasil karya mereka masing-masing.
Proses pembuatan iluminasi
Tahap-tahap di bawah ini adalah garis-garis besar dari seluruh rangkaian kegiatan dalam pembuatan iluminasi-iluminasi pada satu halaman naskah:
Membuat gambar dengan gerip perak
Menyepuhkan emas
Membubuhkan warna-warna utama
Melanjutkan tiga tahap pertama serta membuat kerangka gambar-gambar hiasan tepi halaman
Menggambar rinceau (hiasan sulur-suluran) sebagai hiasan marjin halaman
Mewarnai gambar-gambar hiasan marjin halaman
Iluminasi dan hiasan biasanya telah direncanakan pada saat naskah akan mulai dikerjakan, demikian pula dengan bidang kosong yang harus disisihkan untuk menampungnya. Meskipun demikian, penulisan teks lazimnya dikerjakan terlebih dahulu sebelum naskah diberi iluminasi. Pada permulaan Abad Pertengahan, teks dan iluminasi seringkali dikerjakan sekaligus oleh orang-orang yang sama, biasanya oleh para rahib. Akan tetapi pada puncak Abad Pertengahan, teks dan iluminasi lazimnya dikerjakan secara terpisah, kecuali untuk inisial-inisial dan hiasan-hiasan tambahan pada huruf yang berulang. Pada abad ke-14, sudah ada sanggar-sanggar kriya yang memproduksi naskah-naskah, dan pada permulaan abad ke-15, sebagian besar naskah-naskah terbaik diproduksi di sanggar-sanggar ini untuk memenuhi pesanan, bahkan pesanan dari biara-biara. Bilamana penulisan teks sudah rampung, ilustrator pun mulai bersiap-siap untuk bekerja. Gambar-gambar yang rumit telah dirancang sebelumnya, kemungkinan besar pada papan-papan berlapis lilin, buku sketsa pada masa itu. Gambar-gambar rancangan itu selanjutnya disalin ke permukaan velum (kemungkinan besar dengan menggunakan jarum atau alat gores lainnya, seperti pada pembuatan Kitab Injil Lindisfarne). Sekian banyak naskah setengah jadi dari berbagai periode dengan jelas menyingkap metode-metode yang pernah digunakan dalam pembuatan naskah.
Pada semua periode, sebagian besar naskah yang dihasilkan tidak memuat gambar. Pada permulaan Abad Pertengahan, naskah-naskah cenderung dihasilkan dalam dua kategori berdasarkan tujuan pembuatannya, yakni untuk dijadikan buku-buku pajangan yang sarat dengan iluminasi, atau untuk keperluan belajar-mengajar yang hanya dihiasi dengan inisial-inisial hias dan hiasan-hiasan tambahan pada huruf. Pada periode Roman, lebih banyak lagi naskah yang diberi hiasan atau inisial-inisial beriwayat, dan naskah-naskah yang diperuntukkan bagi keperluan belajar-mengajar kerap memuat sejumlah gambar, meskipun seringkali tidak diwarnai. Kecenderungan ini semakin meningkat pada periode Gotik, manakala sebagian besar naskah yang dihasilkan sekurang-kurangnya memiliki hiasan-hiasan tambahan pada huruf di bagian-bagian tertentu, dan lebih banyak lagi naskah yang memuat gambar. Buku-buku pajangan, khususnya yang dihasilkan pada periode Gotik, dihisi dengan bingkai-bingkai hias atau motif sulur-suluran, yang seringkali disisipi droleri-droleri kecil. Satu lembar halaman naskah buatan periode Gotik dapat memuat beberapa jenis hiasan sekaligus: sebuah miniatur dalam bingkai, sebuah inisial beriwayat di awal sebait teks, dan sebuah bingkai hias yang disisipi gambar-gambar droleri. Seringkali jenis hiasan yang berbeda dikerjakan oleh seniman yang berbeda pula.
Pemakaian warna dalam naskah-naskah beriluminasi
Jika sepuhan emas merupakan salah satu tampilan yang paling memukau dari naskah-naskah beriluminasi, maka paduan warna-warna yang berani menghasilkan berlapis-lapis dimensi pada iluminasi. Dari sudut pandang religius, "bermacam-macam warna yang digunakan dalam ilustrasi buku, tidaklah kurang layak mewakili bermacam-macam rahmat dari hikmat surgawi." Jika para pujangga religius menganggap dirinya mengejawantahkan sebagian dari kemuliaan Allah yang tak terhingga dalam karya-karya mereka, maka banyak ilustrasi dapat dihubungkan dengan "sejarah dari teks-teks yang hendak diilustrasi serta kebutuhan dan cita rasa para pembacanya." Warna menjadikan gambar-gambar dalam lembaran naskah tampak hidup dan memukau sidang pembaca. Tanpa warna, dampak dari gambar naskah akan hilang sepenuhnya.
Penyepuhan
Sebuah naskah beriluminasi dianggap sungguh-sungguh beriluminasi jika satu atau lebih iluminasi dalam naskah itu dihiasi emas kerajang atau emas urai yang disepuhkan dengan teknik upam. Sepuhan emas pada sebuah iluminasi menyiratkan berbagai makna sehubungan dengan teks naskah. Jika teks bersifat religius, maka pembubuhan emas merupakan tanda pengagungan terhadap teks itu. Pada abad-abad permulaan agama Kristen, “naskah-naskah Injil kadangkala ditulis seluruhnya dengan tinta emas.” Selain menjadikan teks tampak memukau, juru-juru tulis kala itu juga menganggap penggunaan emas sebagai tindakan memuliakan Allah. Sebagai contoh, “lukisan riwayat hidup Kristus dibuat jauh lebih indah dan berlatar belakang emas di tengah-tengah sekian banyak gambar adegan perburuan, perlombaan, dan sosok-sosok ganjil.” Selain itu, emas juga digunakan jika si pemesan naskah ingin memamerkan kekayaannya. Kelak pembubuhan emas pada naskah-naskah terlampau sering dilakukan, “sehingga nilainya sebagai penanda status melalui naskah pun merosot.” Selama kurun waktu ini, harga emas menjadi sangat murah sehingga pembubuhan emas pada naskah-naskah beriluminasi hanya dihargai sebesar sepersepuluh dari biaya pembuatan naskah. Dengan menambahkan kemewahan dan kedalaman pada naskah, penggunaan emas dalam pembuatan iluminasi telah menghasilkan karya-karya seni yang masih dihargai sampai sekarang.
Pembubuhan emas kerajang atau emas urai pada sebuah iluminasi adalah suatu proses yang sangat rumit sehingga hanya iluminator-iluminator termahir saja yang sanggup mengerjakannya. Hal pertama yang menjadi bahan pertimbangan seorang iluminator bilamana akan membubuhkan emas adalah apakah emas kerajang ataukah emas urai yang harus digunakan. Bilamana iluminator hendak menggunakan emas kerajang, maka emas akan ditempa dan dipipihkan sampai “lebih tipis daripada kertas tertipis.” Pemakaian emas kerajang semacam ini memungkinkan berbagai bagian dari teks dapat dibingkai dengan garis emas. Ada sejumlah cara menyapukan emas pada sebuah iluminasi, salah satu cara yang terpopuler adalah mencampur emas dengan perekat hewani kemudian “tuang ke dalam air dan luluhkan dengan jari.” Setelah menjadi lunak dan liat di dalam air, emas pun siap untuk disapukan pada lembaran naskah. Para iluminator harus sangat berhati-hati ketika menyapukan emas kerajang pada naskah agar tidak merusak warna yang sudah lebih dahulu dibubuhkan pada iluminasi. Emas kerajang “mudah lekat pada segala macam pewarna yang sudah lebih dahulu dibubuhkan sehingga dapat merusak keseluruhan rancangan, selain itu penggilapannya dilakukan dengan pengerahan tenaga sehingga berisiko meluberkan lukisan-lukisan yang sudah lebih dahulu dibuat di sekitarnya.” Pembubuhan emas secara tidak cermat dapat merusak bagian-bagian iluminasi yang sudah lebih dahulu dikerjakan sehingga keseluruhan lembaran terpaksa harus diganti.
Para patron seni iluminasi
Biara-biara menghasilkan naskah-naskah untuk dipakai sendiri; naskah-naskah yang disarati iluminasi pada awalnya cenderung dibuat untuk keperluan peribadatan, sementara naskah-naskah koleksi perpustakaan biara berisi teks-teks yang tampak lebih bersahaja. Pada periode yang terdahulu, naskah-naskah seringkali dibuat atas pesanan para penguasa untuk dipakai sendiri atau dijadikan cendera mata diplomatik. Banyak naskah kuno yang dihasilkan dengan cara seperti ini, bahkan sampai permulaan Zaman Modern. Sejak buku ibadat harian menjadi populer, orang-orang kaya mulai gemar memesan buku-buku ibadat harian beriluminasi untuk dijadikan sarana penanda status di tengah-tengah masyarakat, sehingga buku-buku semacam ini kadang-kadang memuat potret atau lambang pribadi si pemesan: "Dalam lukisan yang menggambarkan kisah Perjanjian Baru, sosok Kristus akan dibuat lebih besar daripada sosok seorang rasul, dan sosok seorang rasul akan dibuat lebih besar daripada sosok-sosok figuran, sementara si pemesan yang rendah hati atau si pelukis sendiri akan ditampilkan sebagai sosok kecil di sudut lukisan." Penanggalan dalam buku-buku ibadat harian ini pun dibuat lebih bersifat pribadi, yakni dengan menonjolkan tanggal-tanggal peringatan orang-orang kudus setempat atau santo-santa pelindung anggota-anggota keluarga si pemesan. Pada penghujung Abad Pertengahan, banyak naskah yang dibuat untuk didistribusikan melalui suatu jaringan agen. Pada naskah-naskah ini terdapat bagian-bagian yang sengaja dikosongkan untuk nantinya diisi sendiri oleh pembeli dengan lukisan lambang yang dikehendaki.
Detail dan keindahannya yang memukau menunjukkan bahwa penambahan iluminasi tidak pernah dilakukan tanpa perencanaan yang matang. Penambahan iluminasi memiliki manfaat ganda, yakni menambah nilai suatu karya tulis dan, yang jauh lebih penting, menyajikan gambar-gambar bagi golongan buta aksara dalam masyarakat yang "menjadikan bacaannya terasa lebih hidup dan mungkin pula lebih tepercaya.”
No comments:
Post a Comment