Makam Daniel (bahasa Inggris: Tomb of Daniel) secara tradisional diyakini sebagai tempat pemakaman, Daniel, sosok nabi yang dicatat dalam Alkitab. Berbagai lokasi lain telah disebut-sebut sebagai situsnya, tapi makam di Susa, Iran (Persia), adalah yang paling diterima secara luas. Pertama kali diinformasikan di Eropa oleh Benjamin dari Tudela, yang mengunjungi Asia antara tahun 1160 dan 1163
Susa, Iran
Book of Daniel menyebutkan bahwa Daniel tinggal di Babel dan mungkin telah mengunjungi istana Susa, Iran, tetapi tempat di mana dia meninggal tidak disebutkan. Tradisi yang dilestarikan di antara orang-orang Yahudi dan Arab adalah bahwa ia dimakamkan di Susa. Hari ini "Makam Daniel" di Susa adalah atraksi yang populer di kalangan umat Islam setempat dan juga komunitas Yahudi Iran.
Penyebutan awal Makam Daniel Makam yang diterbitkan di Eropa diberikan oleh Benjamin dari Tudela yang mengunjungi Asia antara tahun 1160 dan 1163. Dalam façade salah satu dari banyak sinagoge, ia menunjukkan makam yang menurut tradisi adalah di mana Daniel dikuburkan. Namun, Benjamin menyatakan bahwa makam itu tidak menyimpan jenazah Daniel, yang bekas-bekasnya dikatakan telah ditemukan di Susa sekitar 640 M. Jenazah itu seharusnya membawa keberuntungan, tetapi malah menimbulkan pertengkaran pahit di antara penduduk ke dua sisi sungai Choaspes. Semua orang yang tinggal di sisi yang ditempati oleh Makam Daniel menjadi kaya dan bahagia, sementara orang-orang di sisi seberangnya miskin dan kekurangan. Akibatnya, orang-orang yang miskin itu berharap agar jenazah Daniel dipindahkan ke sisi seberang sungai. Mereka akhirnya sepakat bahwa jenazah itu harus beristirahat bergantian satu tahun pada masing-masing sisi. Perjanjian ini dilakukan selama bertahun-tahun, sampai shah Persia, Sanjar, datang ke kota itu, dan menghentikan aktivitas ini, berpegang bahwa pemindahan tandu jenazah terus-menerus itu tidak hormat terhadap sang nabi. Ia memerintahkan tandu jenzah untuk diikat dengan rantai pada jembatan, tepat di tengah-tengahnya, dan ia mendirikan sebuah kapel di tempat itu untuk orang-orang Yahudi dan non-Yahudi. Raja juga melarang memancing di sungai yang berjarak sekitar satu mil dari tandu jenazah Daniel. Menurut Benjamin, tempat ini adalah salah satu yang berbahaya untuk navigasi, karena orang kafir yang tidak takut Tuhan dikabarkan binasa segera setelah melintasi tempat itu; dan air di bawah tandu itu dibedakan dengan kehadiran banyak ikan mas.
Tradisi Muslim setuju bahwa Daniel dimakamkan di Susa, dan tradisi yang serupa diakui di antara para penulis sastra Suryani. Al-Baladhuri (abad ke-9) mengatakan bahwa ketika sang penakluk Abu Musa Al-Asy'ari datang ke Susa pada tahun 638, ia menemukan peti mati Daniel, yang telah dibawa ke sana dari Babel dalam rangka untuk menurunkan hujan selama periode kekeringan. Abu Musa menyampaikan hal tersebut kepada khalifah Umar, yang memerintahkan agar peti mati itu dikuburkan, dengan cara menurunkan dan menenggelamkannya ke dalam salah satu sungai di dekatnya.
Catatan yang sama diberikan pada abad ke-10 penulis sejarah Arab Ibnu Hawqal yang menulis:
"Di kota Susa ada sebuah sungai dan aku telah mendengar bahwa pada zaman Abu Musa al Ashari ditemukan peti mati di sana yang berisi tulang-tulang Nabi Daniel. Orang-orang sangat menghormatinya dan pada saat kesusahan, kelaparan atau kekeringan mereka membawanya keluar dan berdoa minta hujan. Abu Mousa Al Ashoari memerintahkan agar peti mati itu dibungkus dengan tiga lapisan penutup dan ditenggelamkan di dalam sungai sehingga tidak bisa dilihat. Kuburan itu bisa dilihat oleh siapa saja yang menyelam ke bawah air".
Istakhri memberikan catatan yang sama dan menambahkan bahwa orang-orang Yahudi sudah terbiasa untuk melakukan jalan kaki keliling di sekitar makam Daniel dan menimba air di dekatnya.[8] Al-Muqaddasi mengacu pada perselisihan di antara orang-orang Susa dan orang-orang dari Tustar. Tradisi yang sedikit berbeda dilaporkan oleh Ibnu Taimiyah yang mengatakan bahwa jenazah itu ditemukan di Tustar; bahwa pada suatu malam, tiga belas kuburan telah digali, dan jenazah itu dimasukkan ke dalam salah satunya suatu tanda, menurutnya, bahwa umat Islam awal menentang pemujaan terhadap makam orang-orang suci.
William Ouseley dalam Walpole's Memoirs of East mencatat Makam Daniel di Susa sebagai yang terletak di "tempat yang paling indah, dicuci dengan aliran air jernih dan dinaungi oleh pohon-pohon yang berdaun rindang. Bangunan itu bertarikh zaman Mahomedan dan dihuni oleh seorang Dervish (Darwis) yang soliter, yang menunjukkan tempat di mana nabi terkubur di bawah, sebuah mausoleum batu bata kecil dan sederhana, dikatakan (tanpa probabilitas) sebaya dengan kematian-nya. Itu, bagaimanapun, tetapi tanpa tanggal maupun tulisan untuk membuktikan kebenaran atau kepalsuan dari pernyataan Dervish itu. Sungai kecil yang mengalir di kaki gedung itu, disebut Bellerau, dikatakan mengalir langsung di atas Makam nabi, dan dari kejernihan air, peti matinya dapat terlihat di bawah, tetapi Dervish dan penduduk asli yang saya tanyai tidak ingat ada tradisi yang menguatkan fakta tersebut; sebaliknya, telah menjadi kebiasaan orang-orang dari negara itu untuk berziarah kemari pada hari-hari tertentu dari bulan-bulan khusus, ketika mereka mempersembahkan doa-doa mereka di makam yang telah saya sebutkan, dalam permohonan bagi naungan nabi."
Makam yang sekarang direnovasi dan diperbaiki pada tahun 1870 Masehi atas perintah ulama Syiah Sheikh Jafar Shooshtari, dan pekerjaan itu dilaksanakan oleh Haji Mulla Hassan Memar. Kemudian putra Mulla Hassan, Mulla Javad melanjutkan renovasi di situs ini.
No comments:
Post a Comment