Agama di Romawi Kuno meliputi praktik dan kepercayaan asli penduduk Romawi Kuno dan juga kultus yang diimpor ke Roma atau dipraktikkan oleh penduduk yang dijajah Roma.
Bangsa Romawi meyakini bahwa mereka sangat religius, dan mengaitkan keberhasilan mereka dengan kesalehan kolektif dalam menjaga hubungan baik dengan para dewa. Menurut legenda Romawi, sebagian besar institusi religius Roma dapat ditilik kembali ke pendiri Roma, terutama Numa Pompilius, raja Roma kedua, yang bernegosiasi secara langsung dengan para dewa.
Status kependetaan agama Romawi hanya dimiliki oleh anggota kelas atas. Tidak ada asas "pemisahan gereja dan agama" di Romawi Kuno: pada masa Republik Romawi, orang yang menjadi pejabat juga bisa menjadi augur dan pontiff, sementara Yulius Caesar menjadi Pontifex Maximus sebelum terpilih menjadi konsul.
Agama Romawi bersifat praktis dan kontraktual, dan didasarkan pada asas do ut des, "Saya memberi apa yang akan Anda beri." Agama bergantung kepada pengetahuan dan praktik doa, ritual, dan pengorbanan yang benar, bukan melalui iman dan dogma.
Bagi penduduk Roma, agama adalah bagian dari kehidupan sehari-hari. Setiap rumah memiliki kuil kepada dewa. Kuil dan tempat suci seperti air mancur dan hutan kecil banyak ditemui di kota. Kalender Romawi disesuaikan dengan agama.
Namun, pada tahun 391, Kaisar Theodosius I menjadikan Kekristenan sebagai agama resmi Kekaisaran Romawi.
Bangsa Romawi meyakini bahwa mereka sangat religius, dan mengaitkan keberhasilan mereka dengan kesalehan kolektif dalam menjaga hubungan baik dengan para dewa. Menurut legenda Romawi, sebagian besar institusi religius Roma dapat ditilik kembali ke pendiri Roma, terutama Numa Pompilius, raja Roma kedua, yang bernegosiasi secara langsung dengan para dewa.
Status kependetaan agama Romawi hanya dimiliki oleh anggota kelas atas. Tidak ada asas "pemisahan gereja dan agama" di Romawi Kuno: pada masa Republik Romawi, orang yang menjadi pejabat juga bisa menjadi augur dan pontiff, sementara Yulius Caesar menjadi Pontifex Maximus sebelum terpilih menjadi konsul.
Agama Romawi bersifat praktis dan kontraktual, dan didasarkan pada asas do ut des, "Saya memberi apa yang akan Anda beri." Agama bergantung kepada pengetahuan dan praktik doa, ritual, dan pengorbanan yang benar, bukan melalui iman dan dogma.
Bagi penduduk Roma, agama adalah bagian dari kehidupan sehari-hari. Setiap rumah memiliki kuil kepada dewa. Kuil dan tempat suci seperti air mancur dan hutan kecil banyak ditemui di kota. Kalender Romawi disesuaikan dengan agama.
Namun, pada tahun 391, Kaisar Theodosius I menjadikan Kekristenan sebagai agama resmi Kekaisaran Romawi.
No comments:
Post a Comment