Roma dan Kekaisaran Romawi Kuno Saksi Pergulatan Kekristenan dan Paganisme
Sejarah Kota Roma memang dapat dikatakan sangat dramatis. Berada di kawasan Lazio dan menjadi Ibu Kota dari Italia, Kota Roma, yang saat ini ditinggali oleh 2,9 juta orang, menyimpan sejuta pergolakan sejarah antara paganisme Romawi kuno (agama penyembahan terhadap berhala) dan sebuah agama yang termasuk dalam lingkup agama samawi, yakni Kristen.
Negara Kota Vatikan dengan misa agung yang sering disiarkan beberapa stasiun televisi di Indonesia juga berada persis di pusat Kota Roma.
Dikelilingi oleh dinding setinggi ± 12 meter, dengan luas tidak lebih dari 0,44 kilometer persegi dan penduduk tidak lebih dari 900 orang, Vatikan merupakan negara-Kota terkecil di dunia. Sejarah Vatikan bisa dikatakan merupakan bagian dari sejarah Roma yang tidak terpisahkan.
Sejarah awal tersebarnya Kristen di Roma sendiri dimulai dari kegiatan misionaris Paulus. Paulus awal mulanya menyebarkan ajaran kristen di Asia Kecil (kawasan Turki dan sekitarnya di masa kini) dan Yunani yang masa itu berada dibawah Romawi, sebelum akhirnya menyebarkannya ke Kota Roma.
Di masa itu penganut Kristen awal, yang mayoritas kaum miskin dan budak, menghadapi banyak ancaman penyiksaan dan bahkan kematian oleh Kaisar dan petinggi Romawi yang masih pagan. Hanya setelah Kaisar Romawi Konstantin Agung (272M-337M) berkuasa dari tahun 306-337M, agama Kristen memasuki masa keemasannya. Konstantin secara resmi melegalkan ritual Kristen di publik pada 313M namun ia tidak pula melarang paganisme dan sejak itu gereja-geraja dibangun diseluruh pelosok negeri Romawi.
Terlepas dari sejarawan yang meragukan kekristenan Konstantin dan alasan mengapa ia begitu membela agama Kristen yang baru ini, diketahui bahwa Konstantin dibaptis sesaat sebelum meninggalnya dan ibunya Helena merupakan seorang Kristen.
Sejarawan pun tidak dapat memastikan apa model Kristen yang dianut oleh Konstantin dan ibunya. Sebagai catatan bahwa model agama Kristen pada masa awal berbeda dengan Kristen setelah zaman Konsili Nicaea.
Konsili Nicaea sendiri dilangsungkan pada tahun 325M untuk memutuskan kepercayaan orthodox Kristen bagi semua gereja. Pada masa itu terjadi perselisihan didalam Gereja Kristen Alexandria antara Pendeta Arian (250-336M) dari Alexandria Mesir yang anti-trinitas (ia meyakini bahwa Yesus adalah anak Tuhan, diciptakan tidak dilahirkan dari Tuhan Bapa, namun terpisah dari Bapa dan juga tunduk pada Bapa, dan ia menolak gagasan Yesus sebagai Tuhan Anak) dan Uskup Alexandre I (wafat 326/328M) dan Pendeta Athanasius (296-373M) juga dari Alexandria Mesir (keduanya meyakini bahwa Yesus adalah dilahirkan tidak diciptakan, Anak Tuhan dari zat Bapa, menyatu dengan Bapa dan juga sebagai Tuhan).
Konsili Nicaea sendiri akhirnya mengokohkan pandangan yang terakhir ini dan menegaskan juga bahwa Tuhan Anak dan Bapa selalu abadi bersama-sama dan tidak ada zaman ketika Anak tidak bersama bapa, dan menolak pandangan bahwa Anak dapat binasa atau berubah, melainkan selalu sempurna.
Konsili Nicea
Jikalau ajaran Arian yang diunggulkan dalam sidang Konsili Nicaea tentulah wajah Kristen lebih mirip dengan ajaran Islam
Menjelang akhir masa kekuasaannya, Konstantin diketahui memerintahkan penghancuran beberapa kuil-kuil didalam wilayah kekuasaannya.
Adalah putranya Konstantius II yang membuat hukum anti-Pagan yang tidak hanya menutup seluruh kuil paganisme bahkan melarang ritual Pagan dengan ancaman hukuman mati. Persekusi terhadap pagan sempat berkurang dari tahun 361-375M dibawah Kaisar Jovian, Valentinian I, dan Valens, namun mencuat kembali setelah itu dibawah kepemimpinan Uskup Ambrose dari Milan. Kaisar Theodosius bahkan menerbitkan “dekrit Theodosian” yang menyatakan perang terhadap paganisme, yang kembali melanjutkan persekusi dan pelarangan terhadap ibadah di kuil-kuil pagan.
Sekilas sejarah kekaisaran Romawi ini mengisahkan kepada kita pentingnya arti kekuasaan bagi penyebaran agama. Kristen yang datang dengan terinjak-injak di dalam kekaisaran Romawi akhirnya mencuat dan unggul sebagai agama kekaisaran dan bahkan berbalik melakukan persekusi yang lebih sistematis terhadap kaum pagan. Relasi kekuasaan terhadap agama didalam gereja Kristen juga berpengaruh besar dalam membangun standar orthodoxy. Jikalau ajaran Arian yang diunggulkan dalam sidang Konsili Nicaea tentulah wajah Kristen sangatlah berbeda pada masa kini dan mungkin ajaran kristen akan lebih dekat dengan ajaran Islam yang berlandaskan Tauhid atau Keesaan Allah Subhanahu Wata’ala.
Namun sejarah konsili mencatat bahwa dari pekiraan sekitar 250 hingga 318 hadirin pada sidang konsili tersebut, hanya dua orang yang mendukung Arian. Dua orang ini bersama Arian akhirnya diasingkan ke Illyria yang terletak dikawasan Balkan sekarang.
Perkembangan Kristen yang kemudian menjelma menjadi sebuah agama kekaisaran dan mengawali persekusi terhadap kaum pagan tidak berarti bahwa unsur-unsur ajaran Kristen terlepas dari pengaruh pagan.
Sejarah Kota Roma memang dapat dikatakan sangat dramatis. Berada di kawasan Lazio dan menjadi Ibu Kota dari Italia, Kota Roma, yang saat ini ditinggali oleh 2,9 juta orang, menyimpan sejuta pergolakan sejarah antara paganisme Romawi kuno (agama penyembahan terhadap berhala) dan sebuah agama yang termasuk dalam lingkup agama samawi, yakni Kristen.
Negara Kota Vatikan dengan misa agung yang sering disiarkan beberapa stasiun televisi di Indonesia juga berada persis di pusat Kota Roma.
Dikelilingi oleh dinding setinggi ± 12 meter, dengan luas tidak lebih dari 0,44 kilometer persegi dan penduduk tidak lebih dari 900 orang, Vatikan merupakan negara-Kota terkecil di dunia. Sejarah Vatikan bisa dikatakan merupakan bagian dari sejarah Roma yang tidak terpisahkan.
Sejarah awal tersebarnya Kristen di Roma sendiri dimulai dari kegiatan misionaris Paulus. Paulus awal mulanya menyebarkan ajaran kristen di Asia Kecil (kawasan Turki dan sekitarnya di masa kini) dan Yunani yang masa itu berada dibawah Romawi, sebelum akhirnya menyebarkannya ke Kota Roma.
Di masa itu penganut Kristen awal, yang mayoritas kaum miskin dan budak, menghadapi banyak ancaman penyiksaan dan bahkan kematian oleh Kaisar dan petinggi Romawi yang masih pagan. Hanya setelah Kaisar Romawi Konstantin Agung (272M-337M) berkuasa dari tahun 306-337M, agama Kristen memasuki masa keemasannya. Konstantin secara resmi melegalkan ritual Kristen di publik pada 313M namun ia tidak pula melarang paganisme dan sejak itu gereja-geraja dibangun diseluruh pelosok negeri Romawi.
Terlepas dari sejarawan yang meragukan kekristenan Konstantin dan alasan mengapa ia begitu membela agama Kristen yang baru ini, diketahui bahwa Konstantin dibaptis sesaat sebelum meninggalnya dan ibunya Helena merupakan seorang Kristen.
Sejarawan pun tidak dapat memastikan apa model Kristen yang dianut oleh Konstantin dan ibunya. Sebagai catatan bahwa model agama Kristen pada masa awal berbeda dengan Kristen setelah zaman Konsili Nicaea.
Konsili Nicaea sendiri dilangsungkan pada tahun 325M untuk memutuskan kepercayaan orthodox Kristen bagi semua gereja. Pada masa itu terjadi perselisihan didalam Gereja Kristen Alexandria antara Pendeta Arian (250-336M) dari Alexandria Mesir yang anti-trinitas (ia meyakini bahwa Yesus adalah anak Tuhan, diciptakan tidak dilahirkan dari Tuhan Bapa, namun terpisah dari Bapa dan juga tunduk pada Bapa, dan ia menolak gagasan Yesus sebagai Tuhan Anak) dan Uskup Alexandre I (wafat 326/328M) dan Pendeta Athanasius (296-373M) juga dari Alexandria Mesir (keduanya meyakini bahwa Yesus adalah dilahirkan tidak diciptakan, Anak Tuhan dari zat Bapa, menyatu dengan Bapa dan juga sebagai Tuhan).
Konsili Nicaea sendiri akhirnya mengokohkan pandangan yang terakhir ini dan menegaskan juga bahwa Tuhan Anak dan Bapa selalu abadi bersama-sama dan tidak ada zaman ketika Anak tidak bersama bapa, dan menolak pandangan bahwa Anak dapat binasa atau berubah, melainkan selalu sempurna.
Konsili Nicea
Jikalau ajaran Arian yang diunggulkan dalam sidang Konsili Nicaea tentulah wajah Kristen lebih mirip dengan ajaran Islam
Menjelang akhir masa kekuasaannya, Konstantin diketahui memerintahkan penghancuran beberapa kuil-kuil didalam wilayah kekuasaannya.
Adalah putranya Konstantius II yang membuat hukum anti-Pagan yang tidak hanya menutup seluruh kuil paganisme bahkan melarang ritual Pagan dengan ancaman hukuman mati. Persekusi terhadap pagan sempat berkurang dari tahun 361-375M dibawah Kaisar Jovian, Valentinian I, dan Valens, namun mencuat kembali setelah itu dibawah kepemimpinan Uskup Ambrose dari Milan. Kaisar Theodosius bahkan menerbitkan “dekrit Theodosian” yang menyatakan perang terhadap paganisme, yang kembali melanjutkan persekusi dan pelarangan terhadap ibadah di kuil-kuil pagan.
Sekilas sejarah kekaisaran Romawi ini mengisahkan kepada kita pentingnya arti kekuasaan bagi penyebaran agama. Kristen yang datang dengan terinjak-injak di dalam kekaisaran Romawi akhirnya mencuat dan unggul sebagai agama kekaisaran dan bahkan berbalik melakukan persekusi yang lebih sistematis terhadap kaum pagan. Relasi kekuasaan terhadap agama didalam gereja Kristen juga berpengaruh besar dalam membangun standar orthodoxy. Jikalau ajaran Arian yang diunggulkan dalam sidang Konsili Nicaea tentulah wajah Kristen sangatlah berbeda pada masa kini dan mungkin ajaran kristen akan lebih dekat dengan ajaran Islam yang berlandaskan Tauhid atau Keesaan Allah Subhanahu Wata’ala.
Namun sejarah konsili mencatat bahwa dari pekiraan sekitar 250 hingga 318 hadirin pada sidang konsili tersebut, hanya dua orang yang mendukung Arian. Dua orang ini bersama Arian akhirnya diasingkan ke Illyria yang terletak dikawasan Balkan sekarang.
Perkembangan Kristen yang kemudian menjelma menjadi sebuah agama kekaisaran dan mengawali persekusi terhadap kaum pagan tidak berarti bahwa unsur-unsur ajaran Kristen terlepas dari pengaruh pagan.
No comments:
Post a Comment